Laman

Minggu, 31 Oktober 2010

Jamu Kembang Kunir Wangi

MATAHARI baru saja masuk ke peraduannya. Puluhan kalong keluar menyambut senjakala yang baru saja datang. Sementara itu, warga Karang Kadempel bergegas menyiapkan kenduri malam itu. Nyala oncor bergoyang-goyang halus memandu jalan menuju rumah Semar.

Di rumah Semar, Lurah Karang Kadempel itu, satu-dua ibu-ibu bergantian mengisi puluhan gelas yang ditata di atas meja besar bertaplak sederhana. Gelas itu diisi ramuan khusus.

Diawali kedatangan Pandawa, berturut-turut kesatria Ngamarta memasuki pelataran rumah Semar. Malam itu, sesepuh punakawan itu memang sedang bikin slametan. Acaranya ujub syukur lantaran Semar tak sengaja menemukan ramuan tradisional kuno, yaitu Jamu Kembang Kunir Wangi. Bahan jamu itu tumbuh di antara bukit para dewa dan para raksasa.

Jamu-Kembang-Kunir-WangiDi tangan Semar, bahan itu diolah secara alami tanpa bahan pengawet pengawet tambahan. Jamu itu memang hanya kuat bertahan selama dua hari. Tapi, khasiatnya tetap joozzz… Launching Jamu Kembang Kunir Wangi diakhiri dengan pembagian ramuan yang telah disediakan untuk para tamu.

Keesokan harinya,…”Mo, ‘ni gila! Tenagaku berlipat ganda. Bisa pesan lagi kagak? Jo larang-larang lho ya,…” ujar Bima by phone. Selang beberapa saat, HP Semar terima SMS, Mo, ente kudu tanggung jawab nih…istriku semua kewalahan…masih ada gratisan gak? Tertanda, Arjuna.

”Kalo gini carane, dengkulku yang leklok, boss.. Mbok ada insentif,” canda Bagong yang kebagian delivery order by onthel.

Dalam sekejap, jamu Kembang Kunir Wangi booming menjadi minuman kesatria dan warga Ngamarta. Dan biasa, di mana pun kalau ada bisnis sukses, pasti ada yang ngiri.

***

Sampai pada suatu malam, dua bayangan berkerudung sarung ala ninja mengendap-endap mendekati kediaman Semar. Dari celah jendela, diketahui bahwa penghuni sudah terlelap. Tempat menyimpan target sasaran pun agak lowong.

Berbekal sebatang linggis, dua ninja itu mencongkel pintu belakang. Secara mudah, mereka mendekati ruang sasaran. Kembang Kunir Wangi di pot kotak ukuran sedang tergeletak di lantai. Bahan berkhasiat itu tersorot lampu. Salah satu sosok mengacungkan jempol dan mereka tozz.

Baru saja keempat tangan mereka kompak mengangkat pot, tiba-tiba, pendhusul… Mbilung mengaduh tertahan dan hampir saja pot terjatuh. Cepat-cepat Togog memeluk pot. Dahi Mbilung bengkak, ”Kue yah… tak kandhani, yen mangan endog emut kanca. Ben ora dadi wudun,” ejek Togog. ”Wudun gundulmu itu…”

Belum sempat Mbilung menyelesaikan, giliran Togog pringisan nahan sakit di bokong. Suara dengung lebah semakin jelas di telinga mereka. Tampak, Kumbang Ari-Ari dan Kumbang Kinanthi, penjaga Kembang Kunir Wangi, pamerkan taringnya.Togog dan Mbilung, gragap, mblirit secepatnya langsung masuk ICU. Mereka sadar racun kedua kumbang itu.

Tiga hari mereka terbaring lemah. Hari kelima, mereka diperbolehkan pulang. Kesempatan itu dipergunakan untuk ke tukang pandai besi memesan sepasang baju zirah dari baja. Sesuai rencana, mereka kembali ke target sasaran mencuri Kembang Kunir Wangi. Dan memang, penjagaan masih tidak ketat.

Tapi, begitu pintu kamar terbuka sedikit, Kumbang Ari-Ari menyerang ganas. Kumbang Kinanthi menyusul di belakang tak kalah membabi buta. Ternyata, ting..ting! Giliran para kumbang merintih sakit. Entup mereka bengkok-bengkok menabrak baja. Para kumbang kabur.

Hampir saja usaha Togog dan Mbilung berhasil, ealah, Semar nyelonong masuk. Segera Togog dan Mbilung mbrobos longan, ngumpet. Sampai di kamar, ternyata Semar malah ritual kayang. Hari-hari terakhir ini, jam makannya tidak teratur. Perut Semar pun agak sedikit mules-mules. ”Waduh Kang, bahaya besar nichh,” ujar Mbilung. ”Ah masak??” jawab Togog.

Togog dan Mbilung melepas semua baju zirah bertepatan dengan DUUUT, kentut Semar. Togog dan Mbilung ambil langkah seribu. Gagal maning, gagal maning!

Togog dan Mbilung lantas mengerahkan seluruh ahli kumbang di Ngastina supaya menemukan predator untuk kalahkan Kumbang Ari-Ari dan Kumbang Kinanthi. Singkat kata, ditemukanlah Kumbang Arthalita dan Desi.

”E..jamu..jamune jambe puyeng, awak ngliyeng dadi seneng,” rayu Kumbang Arthalita. Kumbang Ari-Ari klepek-klepek dibuatnya. Rayuan Kumbang Desi lebih ganas. Kumbang Kinanthi lupa daratan. Dapat dibayangkan dech, Togog dan Mbilung dengan mudah membawa Kembang Kunir Wangi.

Lalu, laboratorium khusus dibangun lengkap dengan ahlinya. Mereka punya tugas khusus mengamati kandungan Kembang Kunir Wangi. Akhirnya, terciptalah Jamu Ireng Nero. Pemasarannya menembus semua sudut dunia.

Memasuki Indonesia, tepat ketika BPOM secara ketat menyelidiki kandungan jamu yang sudah kadung bebas beredar. Imbasnya, jamu Ireng Nero ditolak masuk. Dasar Togog dan Mbilung, mereka tetap saja nekat memasarkan. Akhirnya, di daerah keraton, keduanya dicokok petugas.

Atas penangkapan itu, lewat pers Semar meluncurkan statement, pada dasarnya jamu tidak berbahaya jika diminum dalam kondisi yang masih segar. Kecuali jamu-jamu yang diproduksi dan dikemas dengan asal-asalan. (*)

Oleh: Ki Slamet Gundono
Sumber: bharatayudha.multiply.com.


Share/Bookmark

Tidak ada komentar:

Posting Komentar